Lampung Utara - Niat baik Pemerintah Lampung Utara melalui Dinas Perdagangan melakukan Operasi Pasar Minyak Goreng, untuk menanggulangi kelangkaan minyak goreng di Lampung Utara, pada Senin 21/02/2022, berujung ricuh dan picu dugaan pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes).
Dugaan pelanggaran Prokes, Hendri, Kadis Perdagangan penuhi undangan Polres Lampung Utara, untuk diminta klarifikasinya.
Komentar Hendri, setelah selesai di periksa selama empat jam lebih diruang IV Tipidter Polres Lampung Utara, pada Selasa 22/02/2022.
" Kita diklarifikasi aja terkait berita viral itukan, saya dan kabag sudah di klrifikasikan.
" Ya gitulah, ya" artinya kita disini melakukan baik buat masyarakat, ternyata dalam pelaksanaan ada sedikit melanggar prokes kemarin kita batalkan, yang membatalkan tersebut dari petugas covid, tetapi mungkin karna keadaan antusias masyarakat yang luar biasa sehingga tetap ada, ujar Hendri.
Pendapat Praktisi Hukum adanya kerumunan saat Operasi Pasar Minyak Goreng.
"Menurut praktisi hukum William Mamora, S.H saat dimintai pandangannya, mengingat" bahwa pelanggar kerumunan di tengah masa pandemi Covid-19 merupakan salah satu bentuk pelanggaran pidana. Aturan tersebut jelas tertuang dalam UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Di dalam pasal 93 UU No.6/2018 tersebut merupakan norma dan azas yang mengikat sanksi pidana bagi siapapun yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
"Bahkan siapapun yang menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan juga bisa menjadi subyek pelaku tindak pidana, " Tegasnya.
"Mereka (Pejabat) tersebut kan dalam keadaan penuh kesadaran, pengetahuan, Kapasitas Jabatan dan levelitas edukasinya harusnya sadar dan mengetahui bahwa menciptakan kerumunan massa adalah perbuatan melawan hukum dalam hal ini melanggar penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bahkan konyolnya melanggar aturan yang mereka buat sendiri, " Ujarnya saat ditemui di PN Kotabumi. (21/02/22).
"Lanjutnya, Menyikapi pelanggaran kerumunan massa di tengah masa pandemi seperti sekarang, dalam hal ini tidak melihat Subyek hukumnya. Artinya, siapapun pelanggar kerumunan bisa dijerat hukum pidana, kita berkaca pada Kasus Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab.
"Jeratan hukum ini tidak melihat siapakah RS (Rizieq Syihab) dalam kapasitas sebagai Salah Satu ulama besar. Mengingat Indonesia memegang prinsip rule of law dengan persamaan kedudukan di hadapan hukum, sehingga tidak ada sikap eksepsionalitas dan diskriminasi hukum dalam kasus seperti ini, " ucapnya.
"Selain itu, menurut William, Pasal 216 juga dapat dipergunakan sebagai alternatif atas dugaan pelanggaran atas penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Karena itu, menurutnya, siapapun yang dengan sengaja dan secara sadar (Opzet bij Als Oogmerek) bahwa membuat penyelenggaraan kegiatan seperti Operasi Pasar yang baru saja digelar oleh Dinas Perdagangan LU yang diketahui baik secara langsung maupun pantauan dari media sosial mengakibatkan kerumunan massa adalah melanggar ketentuan UU (Pasal 93 UU No. 06/2018), maka perbuatan itu adalah wederrechtelijkheid (perbuatan melawan hukum) yang dapat dianggap sebagai Subjek Tindak Pidana.
"UU ini yang dapat dikenakan sanksi pidana, tanpa ada diskriminasi kepada siapapun subjek pelakunya, apalagi Pejabat, " kata William. (*).